Generasi Z atau yang lebih dikenal dengan Gen Z merupakan kelompok usia yang tumbuh bersama teknologi, terutama media sosial. Namun, data terbaru menunjukkan bahwa sekitar 70% dari Gen Z mengalami depresi yang dipicu oleh penggunaan media sosial. Angka ini mencerminkan adanya ketidakseimbangan antara dampak positif dan negatif yang ditimbulkan oleh interaksi mereka dengan platform-platform digital. Lantas, apa sebenarnya penyebab utama yang menyebabkan mereka merasakan tekanan psikologis akibat media sosial?
Salah satu penyebab utama adalah tekanan untuk tampil sempurna di dunia maya. Media sosial memberikan ruang bagi pengguna untuk menunjukkan sisi terbaik mereka, yang sering kali tidak mencerminkan kehidupan nyata. Hal ini membuat banyak orang, terutama Gen Z, merasa cemas dan tidak puas dengan diri mereka sendiri. Mereka terjebak dalam perbandingan sosial yang tidak realistis, yang pada akhirnya memicu perasaan rendah diri dan depresi. Fenomena ini semakin diperburuk dengan adanya algoritma yang memperkuat konten-konten yang bersifat idealisasi, seperti gambar tubuh yang sempurna atau kehidupan yang tampaknya tanpa masalah.
Selain itu, cyberbullying atau perundungan online menjadi faktor lain yang turut memperburuk kesehatan mental. Banyak remaja yang menjadi korban bully di media sosial, baik dalam bentuk komentar negatif, penyebaran gosip, maupun ancaman. Dengan mudahnya informasi tersebar di platform media sosial, bullying menjadi lebih luas dan tidak terbatas, meninggalkan dampak psikologis yang dalam pada korban. Perasaan tidak aman dan cemas mengenai citra diri ini dapat menyebabkan Gen Z merasa terisolasi dan tidak dihargai, yang akhirnya mempengaruhi kesejahteraan mental mereka.
Ketergantungan pada media sosial juga berperan penting dalam masalah ini. Media sosial sering kali menjadi sarana utama untuk berkomunikasi dan mencari hiburan play228, namun seringkali juga mengarah pada perasaan lelah mental. Ketika seseorang terus-menerus membandingkan hidup mereka dengan orang lain yang tampaknya lebih bahagia atau lebih sukses, mereka menjadi terperangkap dalam siklus kecemasan dan stres. Kurangnya kontrol atas konsumsi media sosial ini bisa memperburuk masalah kesehatan mental, membuat mereka lebih rentan terhadap depresi dan kecemasan. Untuk mengatasi masalah ini, penting bagi kita untuk memberikan ruang bagi keseimbangan dalam hidup dan mengenali pentingnya self-care serta batasan dalam menggunakan media sosial.